Rabu, September 28, 2011

Orang Kudus hari ini, 28 September: St. Laurenzo Ruiz; St. Wenseslaus; Santa Eustakia

St. Laurenzo Ruiz

St. Laurenzo Ruiz

St. Lorenzo Ruiz merupakan seorang berkebangsaan Filipina, meskipun ayahnya adalah seorang Cina. Ia dilahirkan di Binodo, Manila antara tahun 1600 dan 1610. Menurut dokumen beatifikasinya, orang tua dari santo ini merupakan penganut agama Katolik yang taat. Nama Lorenzo yang diberikan kepadanya berasal dari nama seorang martir pada masa penganiayaan orang-orang Kristen pada abad ke-3, yaitu St. Laurensius, dan julukan "Ruiz" diambil dari nama terakhir dari wali baptisnya.

Pada masa mudanya, Lorenzo Ruiz melayani di Gereja Biara Binodo sebagai seorang koster. Karena ia tinggal bersama para Imam Dominikan, ia belajar dari mereka bukan saja Bahasa Spanyol tetapi juga katekismus Gereja Katolik. Setelah beberapa tahun, Lorenzo Ruiz mendapat gelar 'escribano' atau notaris. Dia menggabungkan diri di dalam Persaudaraan Rosari Suci yang didedikasikan kepada Santa Perawan Maria. Persaudaraan ini didirikan pada tahun 1587 di Filipina. Devosinya terhadap Maria begitu mendalam, dan ia begitu setia dalam mendoakan rosario sebagai tanda cintanya terhadap Bunda Allah.

Lorenzo Ruiz menikah dengan seorang wanita dan dikarunai 3 orang anak, 2 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Ia adalah seorang bapa yang penuh tanggungjawab dalam memelihara keluarganya. Lorenzo Ruiz juga menanamkan pendidikan agama yang begitu baik terhadap anak-anaknya, ia sering membawa keluarganya untuk mengikuti Misa harian bersama para Imam Dominikan. Lorenzo juga begitu menghayati kehadiran Tuhan yang nyata dalam Sakramen yang Mahakudus. Ia sering pergi ke gereja untuk mengikuti Adorasi. Selain itu Lorenzo juga merupakan seorang yang aktif dalam melayani pelbagai kegiatan dalam parokinya.

Mengungsi ke Jepang

Pada tahun 1636, terjadi suatu kasus kriminal di Manila. Nyawa Lorenzo Ruiz dalam keadaan bahaya. Ia dituduh oleh pemerintah setempat terlibat dalam kasus tersebut, maka pemerintah setempat mengadakan operasi untuk menangkap Lorenzo Ruiz. Untuk menyelamatkan nyawanya beserta keluarganya, ia berencana untuk meninggalkan Filipina. Berkat kedekatannya dengan para imam Dominikan, maka ia diperkenankan untuk bergabung dengan para misionaris Dominikan yang hendak pergi meninggalkan Manila. Dengan hati yang sedih ia meninggalkan keluarganya. Tidak ada yang tahu bahwa itu merupakan waktu terakhir Lorenzo Ruiz bertemu dengan mereka. Lorenzo Ruiz menyangka bahwa para misionaris itu mau ke Macau di tanah jajahan Portugis. Ia menyangka dapat melanjutkan hidup sebagai notaris. Ternyata para misionaris itu mau pergi ke tanah yang tidak pernah terlintas di pikirannya, yaitu Jepang. Namun, mengingat keadaan nyawanya yang dalam bahaya, ia tetap mengikuti rombongan misionaris itu.

Pada masa itu, terjadi penganiayaan terhadap orang Kristen di Jepang di bawah pemerintahan militer diktator Tokugawa Yeyasu pada tahun 1614. Ia mengusir para misionaris dan katekis yang ada di negaranya dan melarang penyebaran iman Kristen. Sehingga pada tahun 1636, umat Katolik di Jepang mengalami tantangan yang begitu hebat disertai dengan pelbagai siksaan-siksaan yang paling kejam. Dalam situasi seperti inilah, Lorenzo Ruiz dan para misionaris Dominikan itu tiba di Jepang.

Kesulitan dalam perjalanan dialami oleh Lorenzo Ruiz sejak berangkat di Manila, ketika pemerintah Spanyol pada saat itu melarang mereka untuk ke Jepang karena menganggap itu adalah suatu pekerjaan yang sia-sia apalagi untuk mewartakan Injil di negara itu, karena tindakan mereka pasti akan membawa kematian. Akan tetapi para misionaris Dominikan itu tidak mau meninggalkan para saudara mereka menderita di Jepang. Sebulan kemudian mereka mendarat di sebuah pulau di pinggiran Jepang yang saat ini dikenal sebagai Pulau Okinawa, mereka berpikir bahwa melalui pulau ini mereka dapat mengungsi ke Jepang tanpa diketahui oleh pemerintah.

Jalan Menuju Kemartiran

Sayang sekali, pada tanggal 10 Juli identitas mereka sebagai orang Kristen diketahui oleh pemerintah. Mereka ditangkap dan dipenjarakan sementara menanti hukuman dari pemerintah yang tertinggi. Mereka dipenjarakan selama setahun sebelum mereka diadili di Nagasaki oleh Tribunal Kristen yang didirikan oleh pemerintah.

Lorenzo Ruiz tiba di Nagasaki pada tanggal 21 September 1637 bersama Superior Dominikan Rm. Antonio Gonzalez dan seorang awam yaitu Lazaro. Delapan hari kemudian, misionaris yang lain tiba di tempat itu. Di tribunal itu, mereka dihadapkan dengan banyak pertanyaan dan menerima siksaan yang bertubi-tubi dengan menggunakan air. Lorenzo Ruiz dan para misionaris itu dipaksa untuk meminum air sehingga perutnya kembung kemudian para algojo meletakkan papan di atas perut mereka dan memaksa air itu keluar semua melalui mulut atau anus. Suatu penyiksaan yang begitu menyakitkan. Lorenzo Ruiz menyaksikan sendiri bagaimana para misionaris yang lainya disiksa dengan begitu hebat sampai meninggal. Ia memohon rahmat supaya ia tidak meninggalkan imannya. Ketika para ahli tribunal bertanya kepadanya apakah ia mau meninggalkan imannya atau mati, Lorenzo segera meminta seorang penterjemah bahasa dan tidak menunggu para hakim melanjutkan pertanyaan, namun dengan penuh keyakinan ia berkata, "Saya seorang Kristen, dan ini merupakan pengakuan iman saya sampai pada detik terakhir dalam hidup saya, dan demi Tuhan yang saya sembah, saya sanggup menyerahkan hidup saya, walaupun saya datang ke Jepang bukan untuk menjadi martir, tetapi demi Allah, silahkan perbuat apa saja yang kamu kehendaki." Dengan jawaban dari Lorenzo ini, ia langsung disiksa dengan penyiksaan air, walaupun disiksa berulang kali, ia tetap tidak mau mengkhianati Yesus. Sekali lagi pada 23 September 1637, ia kembali ditanya oleh para anggota tribunal apakah mau menyangkal imannya, dan sekali lagi Lorenzo mengulangi bahwa ia sanggup mati demi Kristus. Maka pada tanggal 27 September 1637, Lorenzo dihukum mati. Ia ditarik dengan tangan terikat pada seekor kuda menuju ke bukit Nichizaka, tempat pembantaiannya. Kakinya diikat pada sebuah tiang dan kepalanya terbenam di sebuah bejana sampai ke aras pinggang, hukuman ini terkenal dengan julukan "hanging in the pit". Selama 2 hari Lorenzo tergantung di tiang itu sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir. Tubuhnya dibakar dekat Teluk Nagasaki bersama dengan para misionaris yang lainnya, dan kemudian dibuang ke dalam laut dekat Pulau kecil Io-Juma, untuk mencegah perhormatan terhadap jasad mereka dari orang-orang kristen.

Mengikuti Jejak Kristus melalui Teladan St. Lorenzo Ruiz

Pengorbanan bukti cinta kepada Tuhan

Apa yang dikatakan St. Paulus dalam Roma 8:35-39 ingin menegaskan hal ini kepada kita: Jika seseorang mencintai Tuhan, maka ia akan berusaha untuk mengatasi semua kesulitan demi kepentingan-Nya, seperti seorang laki-laki melakukan semuanya itu untuk isteri yang dicintainya. St. Lorenzo Ruiz menolak kepentingan dirinya sendiri dan menghadapi semua pencobaan terhadap imannya dengan menderita kelaparan, penganiayaan, dan kematian sebagai bukti cintanya dan keyakinannya pada Allah. Allah pun, demi cinta-Nya kepada kita makhluk ciptaan-Nya, telah rela mengurbankan Putera-Nya untuk keselamatan seluruh umat manusia.

Kesetiaan terhadap Iman Katolik

Ini adalah apa yang dikatakan Tuhan dalam Injil Yohanes 15 : 12- 15 : "Inilah perintahku , yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu." Kita dapat mengungkapkan kasih kita kepada Allah bukan hanya dalam kata tetapi dalam tindakan yang nyata. Sama seperti St. Lorenzo Ruiz yang memberi teladan kepada kita bahwa pengakuan iman kita terhadap Kristus janganlah hanya satu pengakuan lisan saja. Malah ia sanggup menderita dengan para misionaris Dominikan itu, walaupun ia mempunyai kesempatan untuk meninggalkan mereka. Pengakuan iman kita haruslah teguh walaupun saat kita mengalami pelbagai macam tantangan dalam hidup. Seringkali manusia pada zaman ini akan meninggalkan imannya hanya karena hal-hal yang sepele. Marilah kita mohon doa dari St. Lorenzo Ruiz agar kita juga akan tetap setia terhadap iman kita hingga akhir hayat.

Serupa dengan Sang Guru melalui penderitaan

Menurut Tuhan kita sendiri, barangsiapa yang mau mengikuti-Nya, haruslah siap untuk menerima segala penderitaan sama seperti yang dialami-Nya (Bdk. Yoh. 15: 18-21). Kita percaya dalam segala yang kita alami di dunia ini pasti ada rahmat yang terselubung. Jika kita yakin tentang hal ini, maka segala penderitaan yang kita alami tidaklah dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan kita terima kelak bersama dengan Bapa di Surga. Dengan menderita juga, kita diubah menjadi sama dengan Kristus. Akan tetapi jika kita lari dari penderitaan atau mencari jalan pintas untuk mengatasinya, kita tidak akan menemukan kebahagiaan sejati. St. Lorenzo Ruiz percaya bahwa penderitaan yang sedang dialaminya itu akan membuahkan hasilnya, karena setiap penderitaanya mempunyai nilai di hadapan Tuhan. Hasilnya, pada saat ini agama kristen begitu berkembang di Filipina dan Jepang sendiri walaupun tantangan masih ada.

Memikul Salib kita dengan gembira

Dengan memikul salib, kita menjadi tanda kepada dunia bahwa kita ini adalah pengikut Yesus. Tidak ada murid Yesus yang layak menerima cinta-Nya jika tidak memikul salib kehidupan ini. Siapa yang tidak mau memikul salibnya tidak akan dapat mengikuti Yesus, Sang Guru. St. Lorenzo Ruiz telah memberi kita teladan dengan memikul salibnya sampai pada nafas yang terakhir. Karena bagi kita, salib itu merupakan kebanggaan dan kemenangan kita, karena dapat menjadi serupa dengan Sang Guru.

Mencintai Tuhan melalui Bunda Maria

Sejak menggabungkan diri dengan Persaudaraan Rosari Suci, Lorenzo menjalin relasi yang begitu mesra dengan Bunda Maria dengan mendoakan rosario dengan setia. Dikatakan bahwa ia sering membawa rosario ke mana pun ia pergi sebagai tanda cintanya terhadap Bunda Maria. Tidak heranlah kalau ia diberi kekuatan dari Tuhan berkat perantaraan Bunda Maria dalam mempertahankan imannya, sehingga ia mau mengatakan " Fiat" nya sendiri atas kehendak Tuhan pada dirinya.

Epilog

Lorenzo Ruiz dinyatakan "terberkati" pada bulan Februari 1981 di Luneta bersama dengan enam belas orang martir lainya dalam kunjungan Paus Yohanes Paulus II ke Filipina. Enam tahun kemudian, Lorenzo Ruiz dikanonisasikan di Roma oleh Paus yang sama, tepatnya pada tanggal 18 Oktober 1987. Hari pestanya dirayakan oleh Gereja pada tanggal 28 September setiap tahun.

" St Lorenzo Ruiz, engkau begitu teguh dalam imanmu terhadap Kristus, tolonglah kami untuk menjadi lebih berani dalam mempertahankan iman Kristiani kami, Amin.


Santo Wenseslaus, Raja Bohemia, Martir 
Santo Wenseslaus
Bila dilihat dengan kacamata Gereja dewasa ini, Wenseslaus dapat dikatakan sebagai seorang awam Katolik yang mewarnai pemerintahan negara dengan asas-asas Kristiani sebagaimana diajarkan Kristus. Sebagai raja negeri Wratislav, Cekoslovakia, Wenseslaus dalam usianya yang masih begitu muda tampil sebagai seorang pemimpin yang berjiwa Kristen. Ia berada di dalam dunia dan berdiri tegak dengan semangat Kristiani memimpin rakyatnya dan menghadapi berbagai gejolak politik di negerinya.

Wenseslaus lahir di sebuah kota dekat Praha pada tahun 907 (buku lain 903). Ayahnya, Wratislaw, adalah seorang pangeran,dan penguasa negeri Bohemia yang dikenal saleh dan bijaksana. Ia memimpin rakyatnya berdasarkan asas-asas ajaran Kristiani. Ibunya, Dragomira, dikenal angkuh, gila hormat dan kuasa. Ia masih bermental kafir dan akrab dengan orang-orang kafir. Oleh karena kekafiran isterinya Dragomira, Wratislaw mempercayakan pendidikan anaknya kepada ibu kandungnya Ludmila. Ludmila, nenek Wenseslaus, dikenal sebagai seorang wanita yang saleh dan baik hati. Ia menyekolahkan Wenseslaus di Budetch, sebuah sekolah Latin yang tinggi mutunya.

Ketika Wenseslaus berusia 13 tahun, ayahnya meninggal dunia sewaktu memerangi kaum Magyars pada tahun 920. Dengan itu kekuasaan kerajaan jatuh ke tangan ibunya, Dragomira. Watak kekafiran Dragomira benar-benar terlihat jelas di dalam caranya memerintah. Ia menimbulkan banyak kekacauan karena menyokong orang-orang kafir untuk menyerang para pemimpin Katolik beserta seluruh umat. Korban pertama ialah Ludmila, ibu kandung Wratislaw, yang mendidik dan membesarkan Wenseslaus. Ludmila mati dicekik oleh kaki tangan Dragomira.

Pembunuhan atas Ludmila semakin memperburuk situasi negara. Dari dalam dan dari luar Bohemia datang banyak reaksi keras. Pangeran Bayern memaksa Dragomira meletakkan jabatannya dan mendesak Wenseslaus naik takhta menggantikan ibunya yang korup itu. Wenseslaus yang baru berusia 15 tahun mengambil alih kekuasaan pada tahun 922. Dengan dukungan banyak orang, ia memimpin rakyatnya. Cita-citanya ialah mewujudkan suatu negara yang adil dan makmur berlandaskan asas-asas Kristiani. Dengan seluruh sikap hidupnya, Wenseslaus berhasil memimpin rakyatnya. Ia dikenal sebagai seorang raja yang saleh, berani dan murah hati terutama kepada para janda dan anak yatim-piatu. Ia meringankan beban hidup orang-orang miskin, mengunjungi para tawanan untuk menghibur mereka. Lebih dari itu konon pada musim dingin ia sendiri menghantar kayu bakar kepada keluarga-keluarga miskin di sekitarnya.

Karyanya diletakkan di atas landasan iman yang kokoh. Ia menaruh devosi yang tinggi terhadap Sakramen Mahakudus. Kerapkali ia sendiri menjadi misdinar yang melayani imam pada waktu perayaan Ekaristi. Sering ia mengunjungi gereja pada tengah malam untuk berdoa di hadapan Sakramen Mahakudus. Tetapi sebagaimana biasa kepemimpinan yang jujur dan adil senantiasa tidak luput dari berbagai rintangan bahkan ancaman. Banyak pembesar kerajaan tidak senang dengan Wenseslaus karena kejujuran dan keadilannya. Pemimpin para lawannya ialah adik kandungnya sendiri, yaitu Boleslaw yang didukung oleh Dragomira. Bersama pembesar lainnya, Boleslaw berusaha membunuh Wenseslaus dan melenyapkan agama Katolik dari bumi Bohemia. Untuk itu mereka mencari kesempatan emas yang tepat untuk pelaksanaan niat jahat itu.

Kelahiran putera sulung Boleslaw merupakan kesempatan emas itu. Boleslaw mengadakan suatu perjamuan besar untuk merayakan kelahiran puteranya. Ia mengundang Wenseslaus bersama seluruh pembesar kerajaan. Pada kesempatan itulah, Boleslaw menyerang kakaknya dari belakang dan menusuknya dengan sebilah pedang. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Wenseslaus berkata: "Adikku, semoga Tuhan mengampuni engkau." Wenseslaus adalah awam Katolik yang tangguh. Ia dibunuh karena perjuangannya menegakkan kebenaran dan keadilan, kejujuran dan cinta kasih sepanjang masa pemerintahannya. Memang ia mati sebagai seorang negarawan, namun apa yang diperjuangkan dan dipertahankannya sesungguhnya nilai-nilai hidup yang abadi berdasarkan ajaran Kristus dan GerejaNya. Oleh karena itu ia digelari sebagai Saksi Iman, Martir Kristus. Makamnya dikunjungi oleh banyak peziarah. Ia dihormati sebagai pelindung negeri Cekoslovakia modern dan dikenal sebagai tokoh awam Katolik yang mampu menerjemahkan ajaran-ajaran iman di dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Banyak mujizat terjadi atas orang-orang yang berdoa dengan perantaraannya. Tetapi mujizat terbesar ialah pertobatan Boleslaw adiknya, pembunuh yang bengis itu. Wenseslaus baru berusia 22 tahun ketika ia gugur sebagai pelindung Gereja Kristus serta pembela keadilan dan kejujuran.




Santa Eustakia, Perawan

Eustakia adalah puteri bungsu Santa Paula, janda seorang bangsawan Romawi. Ia dikenal sebagai gadis Romawi pertama yang mengikrarkan kaul kemurnian hidup bagi Kristus. Oleh Santo Hieronymus, pembimbing rohaninya di Betlehem Eustakia diberi julukan "Bunga para Gadis."

Ketika ibunya Paula meninggalkan segala-galanya dan berangkat ke Palestina untuk mengurbankan hidupnya demi Kristus dan kepentingan sesama, Eustakia menemaninya. Ia mau menjadi seperti ibunya dalam hal pengabdian kepada Kristus dan sesama. Di Palestina, mereka berdua bersama-sama mengunjungi berbagai tempat suci yang pernah disinggahi Kristus semasa hidupNya. Paula, ibunya mendirikan sebuah biara di Betlehem dan Eustakia menjadi salah satu anggota biara itu.
Sepeninggal ibunya, Eustakia menjadi pemimpin biara itu di bawah bimbingan Santo Hieronymus. Sebagai pemimpin biara, Eustakia benarbenar menunjukkan teladan hidup yang cemerlang dalam mengamalkan segala kebajikan Kristiani demi kemuliaan Kristus.
Santo Hieronymus sangat mengagumi cara hidup Eustakia. Ada beberapa surat yang ditulisnya kepada Eustakia untuk menunjukkan kekagumannya pada cara hidup Eustakia. Dalam salah satu suratnya

ia menulis: "Eustakia, anakku dan adikku yang terkasih di dalam Kristus, Tuhan! Umurku dan kasih-sayangku memperkenankan aku menggunakan kata-kata seperti itu. Sesungguhnya Tuhan telah menciptakan engkau untuk menjadi orang terkemuka di antara para gadis Romawi. Oleh karena itu, berjuanglah sekuat tenagamu agar tugasmu yang suci mulia itu kau selesaikan sampai tuntas di dalam nama Kristus Tuhan kita. Kiranya kebahagiaan yang telah kauperoleh dari Kristus, tidaklah hilang karena kebodohan yang hanya menuntut pengorbanan yang setengah-setengah."
Sebaliknya cara hidup Eustakia menjadi dorongan moral yang besar bagi Santo Hieronymus dalam usahanya menyelesaikan terjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa Latin. Setelah mengabdi Tuhan dalam waktu yang cukup lama, Eustakia meninggal dunia pada tahun 419. Tidak lama kemudian Santo Hieronymus pun menyusuli dia ke dalam kebahagiaan surgawi yang tak kunjung berakhir.


sumber http://www.imankatolik.or.id/



0 comments:

Posting Komentar